Catper Curug Cihanyawar : Keselarasan Alam Dengan Keramah-tamahan Penduduk

Curug Cihanyawar - Catper Curug Cihanyawar

Curug Cihanyawar – Catper Curug Cihanyawar

Catper Curug Cihanyawar
Oleh : Ilham Alauddin Noor @kakangakew

Hari Selasa, 21 Oktober 2014. Saya mengajak teman saya yang berasal dari Bekasi untuk menikmati keelokan Garut si Swiss Van Java. Rury, begitu sapaan dia, terlihat tertarik ketika saya menceritakan tempat-tempat wisata di Garut. Saya ajak dia ke Curug Cihanyawar, sebuah air terjun mungil yang terletak di Kecamatan Cilawu, Garut.

Kami pun bersiap berangkat selepas dzuhur. Membawa perbekalan seadanya. Kami pikir ya karena dekat ini dan mudah dicapai aksesnya. Dengan membawa sebotol air kecil dan nasi dengan lauk pauk sambal, abon, dan tentunya ikan asin. Sederhana sih, tapi menggoda. Hahaha..

Kurang lebih 45 menit waktu yang kami tempuh. Curug Cihanyawar terletak di dekat perbatasan Garut dan Tasik. Sebelah kanan jika dari arah Garut. Banyak yang mengira air terjun ini masuk lewat Pamancar (jalur pendakian Cikuray) atau melewati perkebunan Dayeuh Manggung. Padahal, letak curug ini berada setelah tanjakan curam.

Masuk melewati gang kecil dengan penunjuk arah yang digambar tangan seadanya dengan tulisan “Curug”. Kami pun menitipkan motor kami disalah seorang warga desa Sukamurni. Kami pun disapa beberapa warga. Duh, jadi ngerasa kayak bule. Hehehe…

Suasana desa dan pertanian menjadi suguhan menarik. Tentram dan nyaman. Begitu pula dengan aliran selokan yang bersih dan terawat. Jarang sekali sampah yang kami lihat. Beberapa kali kami berpapasan dengan penduduk sana. Ramah tamah mereka patut diacungi jempol. Murah senyum dan dengan ramah menyapa dan memberi kami petunjuk arah. Feeling grateful!

Hijau. Itulah pemandangan sepanjang perjalanan menuju curug. Lahan pertanian dengan latar belakang Gunung Cikuray, dan pohon-pohon pinus yang berdiri tegak tanpa terusik manusia. Kami mengayuh langkah semakin cepat. Sayup-sayup suara air terjun mulai terdengar.

Setelah menempuh perjalanan 45 menit, akhirnya kami melihat air terjun dari kejauhan. Sebetulnya bisa diakses menggunakan motor. Namun kami memang sengaja jalan kaki. Kalo naik motor takut mengganggu aktifitas warga. Disana ada sebuah bangunan terbengkalai, sepertinya tempat tiket masuk. Semakin mendekat ada beberapa bangunan terbengkalai dan tidak terurus. Termasuk mushola.

Ada beberapa ibu-ibu yang sedang beristirahat. Sepertinya mereka sudah mencari kayu bakar. Dan saya meminta izin beranjak dari tempat mereka beristirahat. Keramah-tamahan penduduk kembali membuat saya kagum. Meskipun kita bukan penduduk asli sana, namun serasa di kampung sendiri.

Sejenak kami beristirahat sambil mengambil beberapa gambar curug. Airnya sangat bersih. Memang debit air terjunnya tidaklah terlalu besar karena sedang musim kemarau, tapi airnya sangat menyegarkan. Ingin sekali berenang disana, namun kami tidak membawa baju ganti. Ada beberapa tempat peristirahatan berbentuk gazebo, namun sudah hampir rusak karena tidak terawat. Sayang sekali.

Saya penasaran dari mana asal air terjun ini. Dengan sedikit guyon, saya mengajak Rury untuk sedikti mengeksplor sekitar daerah sekitar air terjun. Kami mulai beranjak menyusuri jalan keatas. Kagum. Itulah kata yang tepat bagi kami, melihat landscape tanah Garut yang didominasi oleh pegunungan. Menyejukan hati, menyegarkan mata, dan memanjakan lensa kamera. Setelah menikmati pemandangan landscape kota Garut, kami pun beranjak menuju kebelakang tempat yang diperkirakan sumber mata air yang mengalir ke curug. Lagi-lagi kami bertemu ibu-ibu perkasa yang mengangkut kayu bakar dengan ramahnya menanyakan kemi hendak kemana.

Setelah berbincang singkat, kamipun melangkahkan kaki menuju lembah. Terdengar suara aliran sungai sayup-sayup. Kami makin bersemangat untuk menuju aliran sungai tersebut. Semakin dekat dengan suara aliran sungai, semangakin cepat langkah kaki kamu. Benar saja, kami menemukan sungai yang tertutup rimbunnya rumput dan semak belukar. Kami mencoba air tersebut dan rasanya agak masam.

Waktu menunjukan pukul 15.00. Saatnya kami menyantap makanan yang kami bawa dari rumah. Dengan obrolan ringan seputar keindahan Garut. Memang benar, keindahan tersembunyi ini seperti di negeri antah berantah. Sunyi dan menenangkan hati.

Langit mulai mendung, kami segera bersiap-siap untuk pulang. Memang penyakit sepertinya ketika sudah mencapai tujuan, malas lagi untuk pulang. Namun sudah seharusnya kami pulang karena memang tidak berniat untuk ngecamp disana.  Curug Cihanyawar kami lewati lagi. Namun kami agak terperangah karena ada sesajen disana. Menurut warga, memang ada beberapa orang dari luar kota sering mengunjungi curug ini untuk meminta sesuatu. Membuat bulu kuduk kami merinding.

Sebelum pulang, kamu menyempatkan diri untuk menikmati keramah-tamahan penduduk sana dengan memesan kopi. Sang empunya warung malah mempersilahkan kami untuk masuk kerumahnya karena hujan mulai turun. Bukannya tidak sopan, tapi kami sudah belepotan kotor. Hehehe.

Memang, keramahtamahan jadi pendukung si curug kecil ini. Itulah pembelajaran yang kami dapat. Alam yang menyatu dengan keramahtamahan penduduk. Mungkin kita bisa belajar berramah-tamah dari warga desa Sukamurni ini.

Catper Curug Cihanyawar
Oleh : Ilham Alauddin Noor @kakangakew

***



Dukung terus Jelajah Garut melalui usaha-usaha kecil yang kita jalankan:

Jelajah Garut Merchandise | Jelajah Garut Tour Organizer | Jelajah Garut Outdoor Gear Rental

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may use these HTML tags and attributes:

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

Pin It on Pinterest

Shares
Share This