Misi utama Jelajah Garut adalah untuk memperkenalkan Garut kepada dunia. Misi ini mungkin terlihat berat, terutama dengan sangat terbatasnya sumber daya yang dimiliki Jelajah Garut. Selain itu, tantangan yang dihadapi pun luar biasa berat dan tidak jarang berada di luar kendali tim Jelajah Garut.
Tidak jarang ketika memasarkan pariwisata Garut, malah hal negatif yang harus kita terima. Masalah-masalah seperti pungli, sampah, premanisme, masyarakat yang kurang sadar wisata, serta infrastruktur yang buruk seringkali menjadi kendala kita ketika membangun brand pariwisata Garut. Malah seringkali, keluhan-keluhan wisatawan ditujukan kepada tim Jelajah Garut, seolah kitalah yang bertanggung jawab atas permasalahan tersebut.
Semua permasalahan itu memang tantangan bagi siapa saja yang peduli terhadap pariwisata Garut. Untungnya, semua tantangan itu tidak menyurutkan tekad kita untuk memajukan pariwisata Garut. Permasalahan tersebut menjadi cerita-cerita tersendiri. Berikut beberapa cerita kita ketika membangun brand pariwisata Garut selama tiga tahun kebelakang (sejak 2014).
Misi Memperkenalkan Garut pada Dunia
Membuat Konten-konten Kreatif
Pembuatan konten-konten kreatif menjadi salah satu ciri khas Jelajah Garut ketika membangun pariwisata Garut dengan memperkenalkan Garut. Ketika pertama kali muncul tahun 2014, Jelajah Garut menggebrak dengan eMagazine-nya yang terbit tiap bulan, hingga kehadirannya ditunggu-tunggu oleh para pembaca.
Total kita sudah membuat 5 edisi eMagazine, edisi All About Garut, edisi Tridente Gunung, edisi Curug-curug Garut, edisi Pesisir Selatan Garut, dan edisi Desa Wisata Ciburial. Kelima edisi ini masih bisa di download hingga sekarang, dan total sudah didownload sebanyak lebih dari 15ribu kali download. (download di tautan ini).
Semakin kesini, kita menyadari bahwa pembuatan eMagazine ini sangat menyita waktu dan sumber daya (bayangkan semuanya cuma dikerjakan 3 orang saja secara cuma-cuma). Kita pun kesulitan untuk membuatnya berlanjut secara mandiri.
Selanjutnya kita pun mulai lebih fokus di media sosial, terutama di Instagram. Konten kreatif pun kita fokuskan pada foto-foto poster yang lebih sederhana dan pembuatannya tidak menyita waktu serta sumber daya. Beberapa album facebook pernah kita buat, diantaranya album kuliner khas Garut, album kesenian khas Garut, dan album Garoet Tempo Doeloe. Kita juga terus mengisi website Jelajah Garut ini dengan konten-konten yang informatif.
Kini, banyak artikel-artikel Jelajah Garut ini yang telah nebeng di page pertama pencarian Google, beberapa malah jadi hasil pencarian pertama (seperti pencarian dengan kata kunci kopi garut, opak bungbulang, camping di garut, dsb.). Dengan semua konten-konten kreatifnya, Jelajah Garut serkarang sudah menjadi sumber informasi utama dan terpercaya seputar pariwisata Garut.
Memperkenalkan Curug Sanghyang Taraje ke Media Nasional
Ketika pertama kali mengunjungi Curug Sanghyang Taraje bertahun-tahun yang lalu, curug ini masih merupakan curug yang tidak banyak dikenal orang, bahkan orang Garut sendiri. Waktu itu, di area curug masih banyak berkeliaran fauna-fauna hutan seperti surili dan kucing hutan (dulu kita bahkan ketemu banyak monyet). Dengan bantuan media sosial, kita mencoba memperkenalkan Sanghyang Taraje ke masyarakat. Hasilnya, kini Sanghyang Taraje menjadi salah satu curug paling banyak dikunjungi di Garut.
Betapa tidak, curug dengan debit yang besar dan bentuk yang unik ini memang salah satu (jika bukan) yang paling indah di Garut. Masyarakat desa Pakenjeng, Kecamatan Pamulihan sendiri sudah sejak dulu mengetahui keberadaan curug ini, namun belum mampu untuk memasarkannya ke masyarakat luas. Malah, di curug ini dulu sering diselenggarakan pertunjukan kesenian Gesrek. Sekarang kesenian ini hanya bisa dinikmati di acara-acara besar saja, padahal jika bisa diselenggarakan lagi di area curug, hal ini tentu bisa menjadi daya tarik tersendiri.
Nah, salah satu pengalaman pertama ketika membangun Jelajah Garut adalah ketika dipercaya untuk mengantar tim liputan sebuah acara TV nasional bertema petualangan. Saat itu, tim liputan dari Jakarta yang telah berencana menjelajah Gunung Papandayan harus terbentur masalah perizinan, sehingga mereka mencari sebuah destinasi baru. Kita pun mengusulkan Sanghyang Taraje.
Walaupun di perjalanan harus mengalami banyak tantangan, akhirnya kru bisa menikmati indahnya Curug Sanghyang Taraje dan melakukan syuting. Mungkin di acara itulah pertama kalinya Sanghyang Taraje bisa masuk TV nasional dan diperkenalkan langsung oleh artis-artis ibu kota.
Kini, sudah berdiri beberapa warung warga di sekitar area Curug Sanghyang Taraje. Para pemuda pun mulai memungut tiket masuk dan tiket parkir. Jika pemerintah memperbaiki infrastruktur curug ini, tidak akan lama bagi curug untuk bertransformasi menjadi salah satu destinasi wisata unggulan Garut.
Keliling Garut bersama Hikaru Nagatake
Suatu hari kita agak kaget mendapat sms dari seorang warga negara Jepang yang ingin menikmati Garut; seorang wanita bernama Hikaru Nagatake. Setelah ditelisik, beliau ternyata adalah seorang fotografer alam profesional yang telah melanglang-buana di seluruh dunia, memotret pedalaman Amazon hingga taman-taman nasional di Eropa dan Asia. Beliau adalah salah satu fotografer internasional senior di Jepang.
Di Indonesia, beliau mendapat rekomendasi dari seorang temannya untuk mengunjungi Garut saja, dengan meminta bantuan kepada Jelajah Garut. Alhasil, suatu malam tibalah Hikaru Nagatake di Terminal Guntur, siap untuk keliling Garut.
Di Garut, beliau sempat kita antar hiking ke Papandayan, menikmati kawasan wisata Cipanas, berkeliling Garut dari mulai area Babancong, Alun-alun Garut, menikmati Es Goyobod, makan nasi liwet di Cimaragas, menikmat pesona alam di Ngamplang, hingga mengunjungi pasar tradisional di Mandalagiri. Walaupun beliau sudah berkeliling Indonesia, beliau berpendapat Garut ini sangat indah.
Semoga teteh Hikaru Nagatake ini membawa cerita tentang keindahan Garut ke negeri sakura sana ya!
Hiking ke Papandayan bersama Public Figure
Papandayan memang primadona-nya Garut. Jangankan wisatawan lokal, tidak jarang pula kita mengantar wisatawan-wisatawan asing ke Papandayan. Naiknya harga tiket masuk Papandayan memang sangat berimbas luas, tidak hanya pada kegiatan masyarakat di sekitar Papandayan, tapi juga kepada pariwisata Garut secara luas, termasuk kepada destinasi-destinasi lainnya.
Diantara para tamu yang sempat kita antar ke Papandayan, beberapa kali kita mengantar public figure. Yang pertama adalah pak Anton Apriyantono, mantan Menteri Pertanian di era pak SBY dulu. Beliau datang bersama kolega-kolega beliau di sebuah komunitas fotografer yang diikutinya. Kang Ilham yang waktu itu menjadi pemandu pun sempat belajar fotografi singkat kepada beliau. 🙂
Kita juga pernah mengantar seorang penyiar kondang yang juga seorang bobotoh sejati, Kang Farhan bersama keluarga dan teman-temannya. Tepat Ramadhan setahun yang lalu (2016). Kang Farhan sengaja naik pas bulan Ramadhan supaya Papandayan tidak padat oleh pengunjung. Sayangnya, ketika lebaran tahun 2016 itu, Papandayan mengalami alih kelola dan harga tiket berkemah-nya naik hingga lebih dari 4 kali lipat. Sejak saat itu, Papandayan tidak pernah lagi padat oleh pengunjung.
Memperkenalkan Garut kepada para public figure bisa menambah kredibilitas destinasi-destinasi wisata di Garut, terlebih karena mereka juga bisa dengan sukarela memasarkan Garut ke orang disekelilingnya. Oleh karena itu, pengalaman wisata di Garut harus bisa berkesan bagi mereka.
Napak Tilas Sejarah Leluhur Seorang Warga Belanda (Aron dan Paulien)
Tahun 2015 lalu kita kedatangan seorang pasangan dari Belanda, Aron dan Paulien, yang sengaja jauh-jauh datang dari Belanda untuk mencari sahabat kakeknya, seorang pribumi yang membantunya mendirikan pabrik gula di daerah Dayeuh Manggung, Cilawu. Cerita-cerita dari pasangan ini luar biasa menarik bagi tim Jelajah Garut yang selama ini kesulitan mencari referensi-referensi sejarah Garut yang terpercaya.
Orang yang dicari ternyata sudah meninggal, pabrik gulanya pun hanya tinggal tersisa cerobong asapnya saja. Beruntung keluarganya masih ada dan masih menyimpan banyak foto-foto kenangan zaman kolonial dulu. Tidak hanya foto-foto kakeknya, Paulien juga mendapati foto ibunya yang masih kecil dan banyak foto menarik lainnya. Perjuangan mereka travelling ke Garut pun tidak sia-sia.
Setelah menemukan apa yang dicari di Garut, giliran tim Jelajah Garut yang memperkenalkan Garut kepada mereka. Yah, tentu saja kita bawa ke destinasi wisata paling kece di Garut, Gunung Papandayan. Aron juga penasaran dengan Bunga Edelweiss yang katanya bahkan dibikin lagu dan cerita rakyatnya oleh orang-orang Belanda.
Di akhir perjalanan, kita sempat ngobrol-ngobrol ceria di Toast Ngopi, sambil menikmati kopi Garut. Aron dan Paulien pun sempat menulis ucapan terima kasih dan testimoninya kepada tim Jelajah Garut. Mereka sangat ramah, dan bilang bahwa jika kita sempat ke Belanda, jangan sungkan untuk berkunjung, karena Aron punya restoran dan Paulien punya hotel, jadi tidak perlu keluarin biaya, hehe…
Semoga nama Garut bisa makin dikenal di Belanda sana yah…
***
Banyak lagi cerita-cerita seru ketika memasarkan dan memperkenalkan Garut, seperti ketika dimarahi seorang budayawan Garut karena salah dalam penggunaan kata, aprak-aprakan bermotor mengunjungi Curug Jaga Pati di Cisompet bersama pasangan dari Norwegia, bertarung dengan babi hutan di Papandayan bersama rombongan dari Singapura, hingga banyaknya teman baru yang kita dapat dari upaya kita memperkenalkan Garut ke mata dunia.
***
Laporan Khusus Hari Jadi Jelajah Garut yang Ketiga:
–> Siapa Saja di Balik Jelajah Garut?
–> Misi Memperkenalkan Garut pada Dunia
–> Misi Sosial dan Lingkungan dari Jelajah Garut