Travelmate, Tim Jelajah Garut beruntung sekali berkesempatan untuk bertemu dan berbincang dengan Pak Franz Limiart, seorang pengusaha akar wangi yang aktif mengenalkan pariwisata Garut di Indonesia. Pengalaman beliau di dunia pariwisata udah salah satu yang paling expert di Garut. Bahkan, prestasi-prestasi beliau udah bergaung hingga jauh ke luar Garut.
Nah, disela-sela kesibukannya, beliau bersedia berbagi ilmu dengan tim Jelajah Garut. Kita tentu ga mau menyia-nyiakan kesempatannya. Jadi, kita rangkum wawancara kita dengan beliau, khusus buat Travelmate di sini, di Pituin Garut.
Apa yang membuat Bapak begitu tergerak untuk memajukan Garut dan mengenalkan Garut di Indonesia?
Awalnya dulu ketika kelas 2 SD, rumah saya di Ciwalen. Suatu hari, Bapak membangunkan saya pagi-pagi sekali. Biasanya berangkat jam 6.30 pagi, ini jam 6 pagi sudah diajak pergi dengan memaksa. Ternyata saya diajak Bapak ke Stasiun (Stasiun Garut – red). Nah, dulu di TVRI, yang merupakan satu-satunya channel TV, tiap hari minggu selalu ada film bisu Charly Chaplin. Ketika distasiun, Bapak bercerita bahwa Charly Chaplin dulu pernah mengunjungi Garut 2 kali ke stasiun ini. Saya berpikir tidak masuk akal Charly Chaplin ke Garut dan memori itu tersimpan dikepala saya.
Setelah lulus STM, saya melanjutkan kuliah di perhotelan. Hal ini membuat saya teringat lagi dengan apa yang dibicarakan oleh Bapak dulu. Saya jadi maluruh (menyelediki – red). Tahun 1990, saya membaca buku yang ditulis oleh Thilly Weissenborn, fotografer wanita pertama di Garut yang studionya sekarang menjadi Apotek Garut. Thilly Weissenborn-lah yang mendokumentasikan Garut pertama kali cukup lengkap, berikut dengan kejadian-kejadiannya dari tahun 1917 sampai dengan 1942. Dibuku itulah dijelaskan Charly Chaplin mengujungi Garut. Sejak itu, saya percaya Charly Chaplin pernah datang ke Garut, dan itu membuat saya tertarik untuk menyelidiki pariwisata Garut dan sejarah Garut muda.
Hal itu juga yang membuat saya menyelidiki kenapa Garut, yang merupakan resort wisata terlengkap pertama di Indonesia, sekarang tidak punya apa-apa. Ternyata ada beberapa peristiwa penting yang menyebabkan pariwisata Garut mengalami kemunduran. Salah satunya adalah peristiwa beberapa pemberontakan.
Garut adalah satu-satunya daerah yang pernah memberontak 2 kali kepada Indonesia. Yang pertama ketika menuntut didirikannya Negara Pasundan hasil Konferensi Meja Bundar, yang juga menjadi sebab pemberontakan kedua oleh DI/TII. Disaat itu, kondisi mulai tidak aman dan pariwisata Garut hancur beserta akomodasi pariwisata.
Namun faktor utama kemunduran pariwisata pada saat itu adalah peristiwa Bandung Lautan Api. Waktu Belanda mengusai utara Bandung, dan para pejuang menguasi selatan Bandung. Pejuang dari Bandung mengungsi ke Garut sehingga aset-aset yang tidak berhubungan dengan Belanda dibumi-hanguskan oleh pejuang. Termasuk hotel-hotel di Garut seperti Papandayan, Villa Paulline, Villa Dolce dan Malayu dibumi-hanguskan para pejuang.
Tahun 1990, saya mulai mengangkat itu. Saya dulu berjiwa polos dan tidak mengerti pergerakan. Dulu, saya tidak pernah berhubungan dengan pemerintah jadi tidak tahu cara berhubungan dengan pemerintah. Saya berbicara dengan dinas (Dinas Pariwisata Garut – red.) tanpa beban. Pembicaraan itu kemudian menjadi perhatian.
Semenjak saat itu dinas juga ikut menyelidiki tentang wisata dan sejarah Garut. Sesudah itu, saya kuliah lagi fotografi dan seni. Mulai dari sanalah saya kembali menyelidiki Garut lebih dalam, kali ini untuk mengejar para pelaku sejarahnya, sebelum mereka tidak bisa lagi ditemui. Beruntung, sebagian kecil bisa saya wawancara. Semakin lama semakin aktif namun tahun 2009 pun saya tinggalkan aktivitas ini karena berbagai hal.
Kegiatan apa Anda lakukan dalam mengenalkan Garut ke wisatawan agar wisatawan datang ke Garut?
Sederhana. Saya kan bergelut dibidang seni dan fotografi. Ketika ada pameran produk ekspor di Kemayoran, saya bertemu dengan salah satu stasiun tv swasta. Sebelumnya saya sudah buat booklet tentang pariwisata Garut. Saya kasih saja ke orang itu. Kemudian orang itu bilang, “Emang ada yang gini di Garut?”. Saya bilang datang aja langsung dan main ke Garut. Akhirnya mereka datang ke Garut dan bilang ke saya, “Ini surga Pak! Ini bukan Indonesia!”.
Akhirnya acara tersebut berhasil. Saya lupa apa nama acaranya. Lalu acara selanjutnya adalah Archipelago dari Metro TV oleh Prita Laura. Responnya bagus pisan. Sejak itu, mulailah banyak berdatangan ke saya (stasiun tv lain, wisatawan dan konsumen akar wangi -Red). Namun saya pikir jika akar wangi terus yang ditayangkan ditelevisi, masyarakat akan bosan. Maka saya sebarkan ke UKM lain mulai dari dodol Garut, batik, sampai Leuweung Sancang.
Bahkan pada acara antrian domba Garut terpanjang se-Indonesia yang mendapatkan rekor MURI dan diliput oleh berbagai media, saya mengajak Trans TV menghadap rumah dinas Dicky Chandra waktu itu (Wakil Bupati –Red). Akhirnya, Garut semakin sering masuk TV.
Anda pernah menghelat acara besar dengan mengundang perusahaan tour and travel. Bagaimana ceritanya?
Sekitar tahun 2007-2008, saya membuat perusahaan wisata petualangan. Saya dan teman-teman memang punya hobi leuleuweungan dan ka gunung (main di hutan dan gunung–red). Saya buka wisata petualangan arung jeram dan naik gunung. Lalu direspon oleh manager Kampung Sampireun, “Yaudah kita bikin fame trip aja deh Pak!”. Beliau memintanya. Kemudian kami panitia mengundang 67 biro perjalanan wisata. Ada yang dari Bali dan Lampung. Sebagian besar Jawa – Bali.
Salah satu yang saya pasarkan adalah kegiatan “Breakfast Sambil Menikmati Sunrise diatas Kawah”. Saya pindahkan dapur ke gunung Papandayan bersama para pecinta alam. Sebelum sunrise, tim sudah mulai menyiapkan breakfast dan peserta dikumpulkan. Ketika muncul matahari, mereka menikmati, dan ketika selesai menikmati, langsung sarapan. Sarapan selesai, langsung liat kawah sejauh mata memandang. “Alaaaaah endahna…” (alangkah indahnya-red). Setelah itu peserta kita ajak arung jeram, menyaksikan adu domba, dan wisata belanja. Mulai dari dodol, kulit, batik, dan akar wangi.
Apa suka duka selama menggiatkan pariwisata Garut? Mulai dari yang sedih dulu deh pak.
Yang paling sedih itu sama sikap para pengusaha jasa wisata belanja dan oleh-oleh. Kecuali beberapa tempat oleh-oleh yang mengerti. Contohnya di Pasar Kemis dan Sukaregang. Ketika datang rombongan, mereka cuek. Seakan-akan konsumen yang membutuhkan barang. Akhirnya itu menjadi keluhan dari para wisatawan. Belum lagi tukang parkir, delman, preman dan aparat banyak yang mempersulit. Seolah-olah wisatawan datang itu rezeki buat mereka secara langsung. Hal inilah yang membuat tidak nyaman wisawatan.
Yang paling membanggakan atas usaha bapak selama ini?
Garut jadi trend topic.
Tempat favorit di Garut?
Cipanas.
Papandayan?
Di Papandayan tumbuh pengukir. Jadi jalan pun diukir. Hahahaha…
Bagaimana menurut Anda dengan pariwisata di Garut dan pengelolaannya?
Berat. Pemahaman pemerintah Garut terkait pariwisata sangat minim. Sebab PAD (Pendapatan Asli Daerah -red) masuknya ke DISPENDA (Dinas Pendapatan Daerah –red), bukan ke Dinas Pariwisata. Jadi seolah pemasukannya minim. Lalu dari pengusaha pariwisatanya sendiri hanya berpikir uang saja. Tidak saling membantu dan berpikir untuk mengembangkan perekonomian dan pariwisata di daerahnya.
Harapan Anda untuk pariwisata Garut kedepannya?
Semoga lebih rame dan pengelolaannya bagus. Pengusahanya mengerti, dan Pemerintahan pun mengerti pariwisata karena pariwisata itu investasi.
Pesan-pesan Anda untuk Tim Jelajah Garut?
Harus kuat mental! Dan harus lebih hebat dari saya! Itu catatan buat kalian. Hahahaha…
Nah, begitulah ulasan wawancara kita dengan pak Franz Limiart. Beliau kocak juga ya. 🙂
***
Dukung terus Jelajah Garut melalui usaha-usaha kecil yang kita jalankan:
Jelajah Garut Merchandise | Jelajah Garut Tour Organizer | Jelajah Garut Outdoor Gear Rental
Kakang Agus says:
Salut untuk Bapak Franz yang sudah mempromosikan Garut dengan akar wanginya yang unik.
Rian Dimas says:
Semoga Jelajah Garut makin sukses! aamiin